%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%
% writeLaTeX Example: Academic Paper Template
% Source: http://www.writelatex.com
% Feel free to distribute this example, but please keep the referral
% to writelatex.com
%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%
% How to use writeLaTeX:
%
% You edit the source code here on the left, and the preview on the
% right shows you the result within a few seconds.
%
% Bookmark this page and share the URL with your co-authors. They can
% edit at the same time!
%
% You can upload figures, bibliographies, custom classes and
% styles using the files menu.
%
% If you're new to LaTeX, the wikibook is a great place to start:
% http://en.wikibooks.org/wiki/LaTeX
%
%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%
\documentclass[onecolumn,showpacs,%
nofootinbib,aps,superscriptaddress,%
eqsecnum,prd,notitlepage,showkeys,10pt]{revtex4-1}
\usepackage{amssymb}
\usepackage{amsmath}
\usepackage{graphicx}
\usepackage{dcolumn}
\usepackage{hyperref}
\usepackage{natbib}
\renewcommand{\figurename}{Gambar}
\renewcommand{\tablename}{Table}
\begin{document}
\title{Pendekatan Analisis Data Logging untuk Merekonstruksi Hidrostratigrafi Endapan Volkanik Cekungan Air Tanah Bandung-Soreang}
\author{Sunarwan, B., Irawan, DE., Puradimaja, DJ., Notosiswoyo, S.,
Sadisun, IA, dan Setiawan, T.}
\affiliation{Pakuan University Bogor, Institut Teknologi Bandung, Geologocal Survey of Indonesia}
\begin{abstract}
Makalah ini bertujuan untuk mereka-ulang hidrostratigrafi endapan volkanik di Cekungan Air Tanah (CAT) Bandung-Soreang dengan pendekatan analisis data (\emph{logging}) pemboran. Data yang digunakan meliputi data posisi dan debit mataair (142 titik), sumur gali (100 titik), dan sumur pengeboran (111 titik). Data pemboran meliputi: deskripsi lumpur pemboran (\emph{cutting}) log pengeboran, dan log resistivitas.
Sumber endapan volkanik di CAT Bandung – Soreang bagian utara Sungai Citarum berasal dari Gunung Tangkubanparahu (2064 mdpl). Sebanyak 142 titik mataair yang memiliki kisaran debit 1 (L/detik) hingga 15 (L/detik) dengan kemunculan berada pada tiga zonasi ketinggian: a) lebih dari 1200 mdpl, b) 900 – 1200 mdpl, dan c) antara 600 – 900 mdpl. Sebagian besar mataair tersebut berjenis mataair depresi yang muncul pada akuifer media rekahan berupa batuan lahar dan lava.
Enam lintasan korelasi litologi telah dibuat terdiri dari dua jalur berarah barat-timur dan empat jalur berarah utara-selatan. Pada tiap titik bor dilakukan transformasi data resistivitas dan densitas tiap lapisan batuan dari data log pemboran menjadi nilai porositas ($\theta$) dan permeabilitas relatif ($K_{r}$) (\emph{Baker-Hughes Atlas of Log Responses}) Korelasi disusun berdasarkan kemiripan nilai porositas dan permeabilitas relatif antar pemboran. Hasilnya adalah tiga Unit Hidrostratigrafi (UHs) dan enam Sub-UHs
UHs 1 berada pada posisi paling atas dekat dengan permukaan yang terdiri dari tiga Sub UHs (Sub UHs 1.1, 1.2, dan 1.3). Unit ini tersusun atas lapisan akuifer tuf dan pasir, dengan kisaran nilai permeabilitas antara 0,0014 – 0,1 (m/hari). Masing-masing Sub UHs dibatasi oleh lapisan lempung dan berperan sebagai akuiklud dengan nilai K berkisar 0,001 - 0,002 (m/hari). UHs 1 menempati elevasi di atas 650 mdpl. Di bawahnya terdapat UHs 2 yang terletak pada kisaran elevasi 625 mdpl hingga 650 mdpl. Unit ini terbagi menjadi dua sub UHs (Sub UHs 2.1 dan 2.2). Kedua Sub UHs tersusun oleh lapisan akuifer tuf dan pasir dengan kisaran nilai K antara 0,1 (m/hari) hingga 6 (m/hari). Tiap Sub UHs dibatasi oleh lapisan lempung dengan nilai K antara 0,002 hingga 0,007 (m/hari). UHs 3 terdiri dari satu Sub UHs (Sub UHs 3.1) terletak pada elevasi 500 mdpl hingga 625 mdpl. Unit ini tersusun oleh lapisan akuifer tuf, pasir, dan breksi volkanik dengan nilai K antara 0,3 (m/hari) hingga 7,1 (m/hari). Lapisan lempung pada unit ini memiliki nilai K antara 0,02 hingga 0,04 (m/hari).
\end{abstract}
\maketitle
\textbf{Kata-kata kunci:} endapan gunungapi, hidrostratigrafi, data log
\section{Pendahuluan}
Kawasan Indonesia merupakan bagian dari sabuk gunungapi, terdapat kurang lebih 128 gunungapi aktif, mampu menjadi pemicu kurang lebih luasan lahan terancam bencana alam gunungapi 16620 km$^{2}$\cite{Koesoemadinata1979}. Jumlah gunungapi tersebut bertambah setelah ada revisi menjadi 129 buah, menurut website Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Alam Geologi atau sejak kemunculan Gunung Anak Ranakan di Pulau Flores yang mengalami erupsi pada tahun 1990\cite{BadanGeologi2013}.
Endapan gunungapi berperan sebagai akuifer produktif, maka sistem akuifer ini memiliki kontribusi besar terhadap pemenuhan kebutuhan air di Indonesia. Gunung Tangkubanparahu adalah salah satu gunungapi yang memiliki sistem akuifer produktif. Sistem ini menyuplai sebagian besar air tanah di CAT Bandung-Soreang. Berdasarkan peneliti sebelumnya sistem akuifer ini dibatasi bagian bawahnya oleh endapan batuan sedimen berumur Tersier. Kondisi tersebut mempengaruhi karakteristik model hidrogeologi CAT Bandung-Soreang. Pembagian Unit Hidrostratigrafi (UHs) pada endapan gunungapi sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut.
Batas CAT Bandung-Soreang telah ditetapkan dalam Keppres No.26/2011 mengenai “Penetapan Cekungan Airtanah”. Luasnya 1716 km\textsuperscript{2} meliputi wilayah Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Garut dan Kota Bandung. Koordinat posisinya adalah $107\circ21'55.07"$BT hingga $107\circ57'07,21"$BT dan $-06\circ48'29,70"LS$ hingga $-07\circ14'47,28"$LS (Gambar \ref{srtm}).
\begin{figure}[ht]
\begin{center}
\includegraphics[width=12cm]{Fig1Locationmap.png}
\end{center}
\caption{Lokasi Penelitian di wilayah CAT Bandung-Soreang dalam citra \emph{Shuttle Radar Topographic Mission} (SRTM)}\label{srtm}
\end{figure}
\section{Definisi Unit Hidrostratigrafi}
Definisi UHs adalah tubuh batuan atau suatu kerangka geologi yang memiliki pelamparan lateral dan vertikal tertentu yang memiliki karakter hidrogeologi yang sama atau mirip\cite{Maxey1964}. Maxey (1964) melakukan identifikasi kriteria utama yang mencakup karakteristik litologi dan karakter hidrolikanya. Sumber lainnya memberikan kriteria yang terukur dan diketahui (nilai permeabilitas ataupun porositasnya) yang kemudian dipakai sebagai dasar untuk menetapkan nomenklatur hidrostratigrafi\cite{Seaber2002}. Berdasarkan definisi tersebut maka satu unit batuan bisa dibagi menjadi dua UHs yang berbeda. Sebaliknya pula satu UHs dapat tersusun oleh dua satuan batuan yang berbeda. Satu UHs memiliki nilai sifat hidrolik (permeabilitas, konduktivitas hidrolik, dan transmisivitas) yang sama atau mirip.
Analisis UHs merupakan bagian dari perkembangan nomenklatur dan metode pemetaan hidrogeologi. Rekonstruksi akuifer semula berdasarkan korelasi litologi dalam satu cekungan dikembangkan menjadi berbasis kesamaan litologi dan kemiripan parameter hidrolika. Berikut ini beberapa dasar klasifikasi UHs yang mengemuka di dunia:
\begin{itemize}
\item Data geofisika: log resistivitas dan densitas, log permeabilitas, \emph {Ground Penetrating Radar} (GPR)
\item Data uji sumur: \emph{aquifer test} (uji akuifer) dan \emph{Drill Steam Test } (DST)
\item Data geoteknik: \emph{Rock quality designation} (RQD), kerapatan kekar (khususnya untuk akuifer media rekahan)
\item Data uji pelacakan (\emph{Tracer test}): pelacakan kimia, isotop, dan temperatur
\item Data organik: polen (ilmu palinologi)
\end{itemize}
\section{Metode}
Makalah ini menggunakan pendekatan statistik, khususnya regresi linear, dalam mengestimasi nilai porositas dan permeabilitas (Gambar \ref{metode}). Berikut adalah rinciannya:
\begin{enumerate}
\item Memilih data log sumur yang relatif lengkap
\item Perhitungan parameter log sumur:
\begin{itemize}
\item Mentransformasi nilai log densitas menjadi porositas (insert equation)
\item Mentransformasi nilai log porositas menjadi permeabilitas relatif (insert equation)
\end{itemize}
\item Membuat batas Sub UHs dan UHs dengan membuat kisaran nilai porositas dan permeabilitas untuk lapisan akuifer dan akuiklud. Data sekunder beberapa uji sumur digunakan untuk membantu tahap ini.
\item Mengkorelasikan batas-batas UHs pada penampang melintang arah utara-selatan dan barat-timur.
\item Membangun diagram pagar berdasarkan penampang melintang dan meninjau ulang anomali dan inkonsistensi dalam korelasi.
\end{enumerate}
\begin{figure}[ht]
\begin{center}
\includegraphics[width=15cm]{Fig2Metode.png}
\end{center}
\caption{Diagram alir metode riset}
\label{metode}
\end{figure}
\section{Hidrogeologi Regional}
\subsection{Geomorfologi}
Cekungan Airtanah (CAT) Bandung-Soreang sebagai daerah penelitian dikelilingi oleh kompleks pegunungan:
\begin{itemize}
\item Bagian utara: Kompleks Gunung Tangkubanperahu dengan puncak-puncak antara lain G. Burangrang (2076 mdpl), G. Tangkubanperahu (2064 mdpl), G. Manglayang (1800 mdpl), dan G. Bukit Jarian (1282 mdpl).
\item Bagian selatan: pegunungan Patuha-Malabar dengan puncak-puncak G. Malang (1256 mdpl), G. Cakra (1807 mdpl), G. Malabar (2321 mdpl), dan G. Tanjak Nangsi ( 1514 mdpl).
\item Bagian timur: Kompleks pegunungan Krenceng (1736 mdpl) dan G. Mandalawangi (1676 mdpl).
\end{itemize}
Satuan geomorfologi yang menutupi daerah CAT Bandung–Soreang secara umum diketahui dibedakan menjadi tiga satuan geomorfologi yakni: satuan dataran aluvial, satuan geomorfologi perbukitan volkanik dan satuan geomorfologi kerucut volkanik:
\begin{itemize}
\item Satuan geomorfologi perbukitan bergelombang: Satuan ini terletak di ketinggian antara 650 hingga 1000 mdpl, dengan kelerengan antara 3\textsuperscript{o} s/d 15\textsuperscript{o}, dan terdiri dari puncak-puncak G. Guha (2391 mdpl), G. Tilu (2043 mdpl), G.Tanjakannangsi (1514 mdpl). Litologi penyusun berasal dari satuan batuan hasil gunungapi tak teruraikan, yang berumur Kuarter Awal sampai Kuarter Akhir dan terdiri atas breksi gunungapi, lava, lahar, pasir tuf dan konglomerat yang berasal dari Formasi Cikidang, Formasi Cibereum, Formasi Cikapundung serta batuan intrusi andesit dan basalt.
\item Satuan geomorfologi kerucut volkanik: Satuan ini menempati elevasi >1000 mdpl dengan sebaran menempati bagian selatan cekungan Bandung. Kemiringan lerengnya lebih dari 15\textsuperscript{o} dengan puncak-puncak: G. Malabar (2321 mdpl) di selatan, Bukit Jarian (1282 mdpl) dan G. Manglayang (1612 mdpl) di bagian timur.
\end{itemize}
\subsection{Geologi}
Susunan stratigrafi dan kondisi geologi daerah ini terdiri dari sistem endapan gunung api dan aluvial telah dikaji oleh banyak peneliti \cite{Sudjatmiko1972, Silitonga1973, Koesoemadinata1981, Dam1996, Alzwar1992}. Dari berbagai literatur tersebut dapat dijelaskan secara singkat stratigrafi daerah CAT Bandung-Soreang dari tua ke muda sebagai berikut (Gambar \ref{geolmap}).
\begin{itemize}
\item Endapan Tersier (Te) merupakan satuan batuan tertua, terbentuk oleh perselingan napal, lempung, pasir kuarsa dan batugamping terumbu. Singkapannya dijumpai di sekitar daerah Cimahi ke arah Padalarang, berumur (Miosen Akhir hingga Pliosen Awal)\cite{Silitonga1973}. Satuan batuan ini memiliki kelulusan kecil sampai kedap air. Sumber airtanah berupa mata air dapat dijumpai pada daerah pelapukan dan batugamping berkekar sebagai contoh mataair di G. Masigit-Tagogapu, Padalarang\cite{Koesoemadinata1981}.
\item Endapan Gunungapi Tua disusun oleh perselingan breksi gunungapi, lahar dan lava, memiliki pelamparan ke arah timur dan singkapannya dijumpai di daerah G. Putri, Maribaya ke selatan\cite{Silitonga1973}. Satuan batuan ini dikenal dengan nama Formasi Cikapundung (Qyt) dengan umur Plistosen, menunjukkan kisaran ketebalan antara (5 hingga 350) m. Ke arah barat satuan ini memperlihatkan penyebaran tidak selaras di atas satuan batuan Tersier dan singkapannya dapat diikuti di daerah Pasirkuda, Cipogor ke arah barat, berupa perselingan breksi gunungapi dan lahar\cite{Koesoemadinata1981}.
\item Hasil Endapan Gunungapi Muda (Qvu) terdiri dari breksi gunungapi, lapili, lava dan pasir tufan hasil endapan gunungapi, G. Tangkubanperahu, G. Tampomas, dan G. Mandalawangi berumur Holosen\cite{Silitonga1973}. Satuan batuan ini dikenal dengan nama Formasi Cibereum dan Formasi Cikidang\cite{Koesoemadinata1981} dengan uraian sebagai berikut:
\begin{itemize}
\item Formasi Cibereum (Qyd) tersusun oleh perulangan breksi gunungapi sampai tuf, memiliki ketebalan 0 hingga 180 m, berumur Pliosen Akhir hingga Holosen. Penyebaran ke arah selatan memperlihatkan bentuk kipas dan secara menjemari menjadi lapisan batulanau tufan dan pasir tufan. dengan sumber G. Tangkubanperahu, meluas melalui S. Cikapundung ke arah selatan dan singkapannya dapat diikuti mulai Cimareme-Cimahi-Leuwigajah-Cicukang, Bandung
\item Formasi Cikidang (Qvu), terdiri atas batuan konglomerat gunungapi, tuf kasar dan breksi gunungapi, aliran lava basal, dan singkapannya dapat dijumpai mulai daerah Cisarua-Lembang melalui lembah Cikapundung ke selatan, umur Pleistosen dengan ketebalan delapan hingga 16 m. Sebaran di lokasi lain juga dijumpai di sekitar G. Manglayang, G. Malabar dan G. Mandalawangi.
\item Formasi Kosambi atau Endapan Danau (Ql) memiliki batuan penyusun lempung tufan, batulanau tufan, dan pasir tufan, memiliki ketebalan berkisar antara 10 hingga 125 m. Berumur Pleistosen Akhir sampai dengan Holosen.
\item Kolovium (Qc), terbentuk oleh hasil rombakan batuan gunungapi berupa bongkah batuan beku, pasir tufan, dan lempung tufan. Satuan ini berumur Pleistosen sampai dengan Holosen.
\end{itemize}
\end{itemize}
Struktur geologi yang berkembang dan dijumpai adalah kekar, rekahan dan sesar. Kekar berkembang baik pada batuan breksi, lava, tuf, dan pasir yang pada umumnya berupa kekar terbuka, saling berhubungan dengan permukaan. Sesar besar di daerah ini adalah Sesar Lembang, berada di bagian utara daerah penelitian, memanjang dari barat ke timur dan dapat diikuti dari Kp. Cijanggel ke Kp. Panyodokan hingga ke Lembang. Sesar ini adalah sesar naik dengan blok selatan relatif naik terhadap blok utara.
\begin{figure}[ht]
\begin{center}
\includegraphics[width=15cm]{Fig3Geolmap.png}
\end{center}
\caption{Peta dan penampang geologi daerah CAT Bandung-Soreang\cite{Silitonga1973, Koesoemadinata1981, Alzwar1992}}
\label{geolmap}
\end{figure}
\section{Data dan Analisis}
\subsection{Rekonstruksi Bawah Permukaan CAT Bandung–Soreang}
Rekontruksi bawah permukaan dibuat dengan melakukan digitasi terhadap 111 titik data pemboran dan mengkorelasikan data litologinya. Enam jalur penampang telah dibuat terdiri dari: dua penampang arah barat-timur yaitu lintasan I-J dan E-F serta empat arah utara- selatan yaitu lintasan A-B, C-D, G-H, dan K-L (Tabel \ref{listsection} dan Gambar \ref{section}).
\begin{table}
\caption {Lintasan penampang dan cakupan kawasannya}
\label{listsection}
\begin{tabular}{l|lll}
No & Lintasan & Arah & Kawasan \\
\hline
1 & A-B & utara - selatan & Cimahi, Leuwugajah, Kp. Lagadar, dan Cilampeni.\\
2 & C-D & utara - selatan & Cihampelas, Kebonkawung, Kebonkalapa, Dayeuhkolot, dan Baleendah \\
3 & E-F & utara - selatan & Kp. Lagadar, Kapek, dan Dayeuhkolot.\\ \\
4 & G-H & utara - selatan & Cimareme, Cimereng, dan Cipeundeuy.\\ \\
5 & I-J & barat - timur & Padalarang, Cipeundeuy, Cimerang, Ciharakas, Cimareme, Leuwigajah, Warungmuncang, Kebon-Kalapa, Warung Condong, Rancabuntu, Cileunyi, Sayang, Cisampur, dan Sawahdadap \\
6 & K-L & barat - timur & Cicadas, Margacinta, Margahayu, Baleendah, dan Pameungpeuk \\
\end{tabular}
\end{table}
\begin{figure}[ht]
\begin{center}
\includegraphics[width=15cm]{Fig4Section.png}
\end{center}
\caption{Jalur penampang dan korelasi}
\label{section}
\end{figure}
Enam lintasan geologi tersebut dipotongkan untuk membuat diagram pagar seperti pada gambar berikut ini. Beberapa titik bor berikut ini berada pada perpotongan antara dua lintasan dan menjadi kunci. Beberapa lintasan yang menjadi kunci adalah sebagai berikut, sedangkan petanya dapat dilihat pada Gambar \ref{fence1} dan Gambar \ref{fence2}.
\begin{figure}[ht]
\begin{center}
\includegraphics[width=15cm]{Fig6Fence1.png}
\end{center}
\caption{Diagram pagar (\emph{fence diagram}) hasil rekonstruksi bawah permukaan}
\label{fence1}
\end{figure}
\begin{enumerate}
\item Titik P.18 pada perpotongan I-J dan G-H
\item Titik P.67 pada perpotongan I-J dan A-B
\item Titik P.68 pada perpotongan I-J dan C-D
\item Titik P.47 pada perpotongan E-F dan C-D
\item Titik P.61 pada perpotongan E-F dan A-B
\item Titik P.47 pada perpotongan E-F dan K-L
\end{enumerate}
\begin{figure}[ht]
\begin{center}
\includegraphics[width=15cm]{Fig6Fence2.png}
\end{center}
\caption{Diagram pagar (\emph{fence diagram}) hasil rekonstruksi bawah permukaan}
\label{fence2}
\end{figure}
\subsection{Contoh deskripsi penampang lintasan A-B}
Lintasan A-B meliputi Cimahi, Leuwigajah, Kp. Lagadar, Kapek dan Cilampeni, memotong Formasi Cibeureum (Qyt). Pada penampang ini diketahui lapisan pasir, lempung, tuf, breksi dan di permukaan terdapat tanah hasil pelapukan dan nilai resistivitas ataupun densitas sebagaimana dalam tabel berikut ini.
Dari hasil korelasi penampang secara detil diketahui pada penampang A-B terdiri dari dua UHs yakni UHs 1 dan UHs 2. dan 5 (lima) sub UHs. UHs 1 terdiri dari sub UHs 1.1, sub UHs 1.2, sub UHs 1.3, dan UHs 2 terdiri dari sub UHs 2.1 dan sub UHs 2.2 (Gambar \ref{geolsection}) dengan rincian estimasi nilai porositas dan permeabilitas pada Tabel \ref{hidrolik}.
\begin{figure}[ht]
\begin{center}
\includegraphics[width=15cm]{Fig5SectionExample.png}
\end{center}
\caption{Contoh penampang dan korelasi geologi melalui lintasan A-B}
\label{geolsection}
\end{figure}
\begin{table}
\caption {Parameter Hidrolik UHs dan Sub-UHs CAT Bandung – Soreang}
\label{hidrolik}
\begin{tabular}{ccccccc}
Litologi & Resistivitas ($\omega$) & Densitas ($\frac{g}/{cm^3}$) & Porositas relatif ($\%$) & Permeabilitas relatif ($\frac{m}{hari}$) & Sub UHs & UHs \\
Tuf & 40-60 & 2,47 & 10,5 & 0,0014 & 1.1 & 1 \\
Lempung & 1-2 & 2,61 & 2,5 & 0,00096 & 1.1 & 1 \\
\hline
Tuf & 61-90 & 2,39 & 15 & 0,004 & 1.2 & 1 \\
Pasir & 5-20 & 2,56-2,48 & 5,5–10,5 & 0,009-0,1 & 1.2 & 1 \\
Lempung & 3-5 & 2,54 & 6,5 & 0.001 & 1.2 & 1 \\
\hline
Tuf & 61-120 & 2,39-2,30 & 15–21,5 & 0,004-0,018 & 1.3 & 1 \\
Pasir & 17-23 & 2,48-2,45 & 10,5–11 & 0,1-0,133 & 1.3 & 1 \\
Lempung & 6-8 & 2,44 & 13,5 & 0,002 & 1.3 & 1 \\
\hline
Tuf & 150-190 & 2,18-2,11 & 28 – 32,5 & 0,1 – 0,2 & 2.1 & 2 \\
Pasir & 27-45 & 2,31-2,26 & 21 – 23,5 & 2 – 4,07 & 2.1 & 2 \\
Lempung & 12-14 & 2,36 & 17,5 & 0,007 & 2.1 & 2 \\
\hline
Tuf & 170-190 & 2,11 & 32,5 & 0,2 & 2.2 & 2 \\
Pasir & 41-50 & 2,26-2,22 & 23,5 – 26 & 4,07 – 6 & 2.2 & 2 \\
Lempung & 15-16 & 2,29 & 22 & 0,02 & 2.2 & 2 \\
\hline
Tuf & 189-201 & 2,10-2,08 & 33 – 34 & 0,33 – 0,4 & 3.1 & 3 \\
Pasir & 51-56 & 2,16 & 29,8 & 7,1 & 3.1 & 3 \\
Lempung & 20-22 & 2,23 & 26 & 0,04 & 3.1 & 3 \\
\end{tabular}
\end{table}
\section{Kesimpulan}
Metode yang digunakan dalam makalah ini mampu membagi hidrostratigrafi CAT Bandung-Soreang menjadi tiga Unit Hidrostratigrafi (UHs) yakni: UHs 1, UHs 2, dan UHs 3 dengan rincian terdapat enam Sub UHs yakni: sub UHs 1.1, sub UHs 1.2, sub UHs 1.3, UHs 2.1, sub UHs 2.2, dan sub UHs 3.1. Masing-masing UHs memiliki ciri khas tersendiri namun secara keseluruhan merupakan endapan sistem gunung api dan aluvial. Estimasi nilai porositas dan permeabilitas menghasilkan nilai yang cukup besar. Namun demikian nilai-nilai ini masih perlu divalidasi kembali dengan data bor yang lebih banyak. Selain itu juga ditemukan adanya geometri \emph{valley-fill} yang berorientasi barat-timur di dataran aluvial.
Dari sisi metode, telaah hidrostratigrafi ini baru pertama kali dilakukan di CAT Bandung-Soreang, dan bahkan di Indonesia. Rekontruksi penampang satuan hidrostratigrafi dalam penelitian ini didasarkan pada data korelasi litologi, kemiripan hasil perhitungan sifat hidrolika (porositas dan permeabilitas relatif) dari data log sumur, dan berbasis pada data log resistivitas sumur yang selama ini jarang dipelajari dalam penelitian hidrogeologi.
Hasil dari proses adalah nilai permeabilitas dan porositas relatif batuan yang dihitung menggunakan data densitas dan resistivitas log sumur dengan bantuan \emph{Atlas Wireline Log} dan persamaan \emph{Chilingarian}. Hal ini perlu dilakukan karena uji akuifer di wilayah CAT Bandung-Soreang pada umumnya dilakukan sifatnya uji multi-akuifer. Kondisi demikian telah menyebabkan telah bercampurnya air tanah dari berbagai akuifer.
Penggunaan metode ini dalam klasifikasi UHs dalam hidrogeologi akan membantu informasi dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan airtanah di CAT Bandung-Soreang khususnya.
\begin{itemize}
\item Menentukan lokasi sumur bor dan sumur pantau.
\item Membuat prioritas pembangunan dan deliniasi untuk upaya melakukan konservasi airtanah.
\item Mengelola pemunculan kontaminan bawah permukaan, dan mencari sumber dampak kontaminan terakhir.
\item Pelacakan pergerakan kontaminan di bawah permukaan.
\end{itemize}
\section{Acknowledgments}
Kami mengucapkan terimakasih kepada Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung dan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral yang telah banyak membantu mengenai data dan informasi. Kami juga mengapresiasi dua reviewer yang memberikan banyak masukan, serta Dewan Redaksi yang sangat membantu kami hingga ke tahap penerbitan makalah. Para penulis juga sangat berterimakasih atas upaya keras asisten riset mahasiswa S1 dari Universitas Padjadjaran dan Universitas Pakuan.
\section{References}
\bibliographystyle{plain}
\bibliography{ref-pub-2014.bib}
\end{document}